Ibnu Taimiyah dan Gagasannya
![]() |
Ibnu Taimiyah |
Ibnu Taimiyah (1263-1328 M) merupakan salah satu tokoh intelektual Muslim paling berpengaruh dalam sejarah Islam. Bernama lengkap Taqiyuddin Abu al-Abbas Ahmad ibn Abd al-Halim ibn Abd as-Salam ibn Taimiyah, beliau lahir di Harran (kini terletak di Turki selatan) dan kemudian pindah ke Damaskus akibat serangan Mongol. Sebagai seorang teolog, ahli hukum Islam, dan pembaharu, pemikiran Ibnu Taimiyah terus memengaruhi berbagai gerakan reformasi Islam hingga saat ini.
Latar Belakang dan Kehidupan
Ibnu Taimiyah hidup pada masa keruntuhan Kekhalifahan Abbasiyah akibat invasi Mongol. Situasi politik dan sosial yang kacau ini membentuk pemikirannya yang reformis. Ia berasal dari keluarga ulama Hanbali, dan ayahnya sendiri adalah seorang syaikh terkemuka. Pendidikan formalnya mencakup berbagai disiplin ilmu Islam termasuk tafsir, hadis, fiqh, teologi, filsafat, dan tasawuf.
Sepanjang hidupnya, Ibnu Taimiyah sering berselisih dengan otoritas politik dan keagamaan sehingga beberapa kali dipenjara. Ia wafat dalam penjara di Damaskus pada tahun 1328 M.
Gagasan dan Pemikiran Utama
1. Kembali kepada Al-Quran dan Sunnah
Salah satu gagasan terpenting Ibnu Taimiyah adalah keharusan untuk kembali kepada sumber asli Islam: Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Ia mengkritik taqlid (pengikutan buta terhadap mazhab) dan mendorong ijtihad (penalaran independen) berdasarkan pemahaman langsung terhadap kedua sumber utama tersebut.
Menurut Muhammad Abu Zahrah dalam karyanya "Ibn Taymiyya: His Life and Thought", Ibnu Taimiyah menekankan bahwa otoritas tertinggi dalam memahami agama hanya ada pada Al-Quran dan Sunnah, bukan pada ulama atau interpretasi individual.
2. Purifikasi Akidah
Ibnu Taimiyah sangat keras mengkritik praktik-praktik yang dianggapnya bid'ah atau menyimpang dari ajaran asli Islam. Ia menentang pemujaan terhadap makam para wali, tawassul (permohonan melalui perantara), dan berbagai praktik sufisme yang menurutnya tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam awal.
Dalam karyanya "Majmu' al-Fatawa", Ibnu Taimiyah menegaskan pentingnya memurnikan tauhid (keesaan Allah) dari segala bentuk syirik (menyekutukan Allah), baik yang jelas maupun tersembunyi.
3. Kritik terhadap Filsafat dan Kalam
Ibnu Taimiyah mengkritik keras filsafat Yunani yang diserap oleh pemikir Muslim serta teologi rasional (ilmu kalam) yang dikembangkan oleh Mu'tazilah dan Asy'ariyah. Ia berpendapat bahwa penalaran rasional tidak boleh melampaui atau bertentangan dengan wahyu.
Dalam karyanya "Dar' Ta'arud al-'Aql wa al-Naql" (Menolak Pertentangan antara Akal dan Wahyu), ia berusaha menunjukkan bahwa pertentangan antara akal dan wahyu hanya terjadi karena kesalahan dalam penalaran, bukan karena inkonsistensi dalam wahyu itu sendiri.
4. Teori Politik dan Pemerintahan
Ibnu Taimiyah mengembangkan teori politik yang menekankan pentingnya syariat sebagai dasar pemerintahan. Dalam karyanya "al-Siyasah al-Shar'iyyah" (Politik Berdasarkan Syariat), ia menyatakan bahwa tujuan utama pemerintahan adalah menegakkan agama dan menciptakan kesejahteraan.
Ia memberi legitimasi pada pemberontakan terhadap penguasa yang tidak menerapkan syariat Islam, tetapi juga menekankan pentingnya stabilitas dan menghindari fitnah (kekacauan).
5. Pendekatan terhadap Fiqh
Meskipun mengikuti mazhab Hanbali, Ibnu Taimiyah sering mengambil pendapat dari mazhab lain jika dianggap lebih sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah. Ia mendorong fleksibilitas dalam hukum Islam dan menolak ketaatan buta terhadap satu mazhab.
Dalam "al-Fatawa al-Kubra", ia menunjukkan pendekatan pragmatis terhadap masalah-masalah fiqh, dengan mempertimbangkan tujuan syariat (maqasid al-shari'ah) dan kemaslahatan umum.
Pengaruh dan Warisan
Pemikiran Ibnu Taimiyah memiliki pengaruh luas dalam gerakan pembaharuan Islam, terutama melalui muridnya, Ibnu Qayyim al-Jawziyah, yang menyebarkan dan mengembangkan ide-idenya. Gagasannya menjadi landasan bagi gerakan Wahabi di Arab Saudi pada abad ke-18, serta memengaruhi pemikir modernis seperti Muhammad Abduh dan Rashid Rida.
Menurut Henri Laoust dalam karyanya "Essai sur les doctrines sociales et politiques de Taki-d-Din Ahmad b. Taimiya", pengaruh Ibnu Taimiyah melampaui batas-batas geografis dan waktu, menjadi inspirasi bagi gerakan reformasi Islam di berbagai belahan dunia.
Dalam konteks modern, pemikiran Ibnu Taimiyah sering menjadi rujukan bagi gerakan salafisme dan organisasi-organisasi Islam yang menekankan kembali kepada Al-Quran dan Sunnah. Namun, interpretasi terhadap gagasannya sangat beragam, dari yang moderat hingga radikal.
Sumber Rujukan
-
Ibn Taymiyya, "Majmu' al-Fatawa" (Kompilasi Fatwa), diedit oleh Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Qasim, Riyadh: Maktabat al-Ma'arif, 1985.
-
Abu Zahrah, Muhammad, "Ibn Taymiyya: His Life and Thought", Cairo: Dar al-Fikr al-'Arabi, 1952.
-
Laoust, Henri, "Essai sur les doctrines sociales et politiques de Taki-d-Din Ahmad b. Taimiya", Cairo: Institut Français d'Archéologie Orientale, 1939.
-
Ibn Taymiyya, "al-Siyasah al-Shar'iyyah fi Islah al-Ra'i wa al-Ra'iyyah" (Politik Berdasarkan Syariat untuk Memperbaiki Penguasa dan Rakyat), Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyya, 2000.
-
Michot, Yahya, "Ibn Taymiyya: Against Extremisms", Paris: Albouraq, 2012.
-
Hallaq, Wael B., "Ibn Taymiyya Against the Greek Logicians", Oxford: Clarendon Press, 1993.
-
Bori, Caterina, "Ibn Taymiyya: A Profile", dalam "A Companion to the Intellectual History of the Islamic World", diedit oleh Khaled El-Rouayheb dan Sabine Schmidtke, Chichester: Wiley-Blackwell, 2017.
-
Ibn Taymiyya, "Dar' Ta'arud al-'Aql wa al-Naql" (Menolak Pertentangan antara Akal dan Wahyu), diedit oleh Muhammad Rashad Salim, Riyadh: Jami'at al-Imam Muhammad ibn Sa'ud al-Islamiyya, 1991.
Post a Comment
2. Komentar sensitif akan dihapus
3. Gunakan bahasa yang sopan dan saling menghargai perbedaan pendapat dan sudut pandang