Koperasi Syariah Halalkah?

Table of Contents
Koperasi Syariah Halalkah?
Image: Nattanan | Pixabay.com
Sejarah Koperasi Syariah
Pada awalnya koperasi berbasis syariah atau koperasi yang menganut nilai-nilai islam yang terbebas dari unsur riba berawal dalam sejarah adalah dalam bentuk paguyuban usaha yang bernama Syarikat Dagang Islam (SDI). 

SDI sendiri didirikan oleh H. Samanhudi dikota Solo, Jawa Tengah pada sekitar tahun 1905. Anggota SDI diisi mayoritas pedagang muslim, khususnya pedagang batik yang taat dengan fiqih muamalah (ekonomi Islam).

Koperasi syari’ah mulai tumbuh dan berkembang ketika banyak yang menyikapi tentang maraknya pertumbuhan Baitul Maal wat Tamwil (BMT)di indonesia. 

BMT pertama kali berdiri di indonesia adalah BMT Bina Insan Kamil pada tahun 1992 di Jakarta. BMT juga memberikan warna sendiri bagi prekonomian masyarakat khususnya bagi kalangan akar rumput (grassroot). 

Perkembangan BMT begitu pesat hingga 2020, tercatat ada 4500 BMT terdaftar pada Komite Nasional Keuangan Syari’ah (KNKS). Sejak tahun 2003 sebanyak 3.200 BMT berhasil diinisiasi yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, sekaligus membuktikan bahwa BMT sangat dibutuhkan masyarakat kecil dan menengah.

Kendati demikian, keberlangsungan BMT bukan tanpa hambatan, berdasarkan Undang-undang No 7 tahun 1992 tentang perbankan menyebutkan segala kegiatan dalam bentuk penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk tabungan dan menyalurkan dalam bentuk kredit harus berbentuk bank (sesuai pasal 28 UU No. 7 Tahun 1992). Atas dasar inilah banyak bermunculan Bank Perkerditan Rakyat Syari’ah (BPRS) sebagai mitra sejajar Koperasi Syari’ah.

Pengertian Koperasi Syariah
Koperasi syariah atau koperasi jasa keuangan syariah (KJKS) adalah koperasi yang dijalankan yang kegiatan usahanya bergerak dalam bidang pembiayaan, investasi dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah). Dengan begitu semua koperasi jasa keuangan syariah telah memiliki payung hukum dan diakui dengan catatan memenuhi ketentuan dalam perundang-undangan yang berlaku.

Landasan/Dasar Hukum Koperasi Syariah
  • Koperasi jasa keuangan syariah berlandaskan atas syariat islam yakni al-qur’an dan hadis, sebagaimana firman Allah dalam Qur’an surat Al-Maidah ayat 2 yang artinya:
Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebijakan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
  • Hadis Riwayat Muslim yang artinya: 
Barang siapa yang berusaha melapangkan suatu kesusahan kepada seseorang mukmin dari kesusahan-kesusahan dunia, maka Allah akan melapangkan dari suatu kesusahaan di hari kiamat.
  • Undang-undang Republik Indonesia No.25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi.
  • Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia No.91/Kep/M,KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan syariah. 
  • Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No.35 3/Per/M.KUKM/X2007 tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syariah.
  • Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015, tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Oleh Koperasi.
Prinsip Koperasi Syariah
Prinsip Koperasi Syari’ah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian diantaranya yaitu :
  • Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka.
  • Pengelolaan dilakukan secara demokratis.
  • Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota.
  • Pemberian balas jasa tidak terkait dengan besarnya setoran modal.
  • Memegang teguh prinsip kemandirian.
  • Melarang segala bentuk riba. (Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, 2005)
Produk dan Layanan Koperasi Syari’ah
Diantaranya yaitu simpanan atau tabungan,simpanan sukarela,simpanan program,simpanan berjangka,simpanan modal,simpanan pokok dan simpanan wajib.

Sistem bagi hasil koperasi syariah dan pembagian sisa hasil usaha
Apa yang sudah berjalan selama ini pada koperasi di Lembaga peradilan, dalam bagi hasil maupun bagi sisa hasil usaha, sesungguhnya sudah berjalan sesuai ketentuan atau aturan yang berlaku. Aturan itu dibuat berdasarkan kesepakatan (taradhin) saat diadakannya rapat anggota. Hanya sumber pendapatan yang diperoleh koperasi masih bersifat konvensional belum dideklarasikan secara Syariah. 

Maka ketika sudah dilakukan deklarasi koperasi lembaga peradilan agama dengan menerapkan sistem Syariah, yaitu dari konvensional menjadi koperasi syari’ah yang diawali dari niat menjadi anggota dan ketika teransaksi atau berakad secara Syariah, ketika itu pula pembagian hasil dan sisa hasil usaha sudah sah secara syari’ah, sehingga terdapat ketenangan dalam batin anggotanya karena ada sugesti merasa terhindar dari riba, dan tumbuh keyakinan telah sesuai dengan syari’ah.

Laporan Keuangan
Laporan keuangan yang selama ini dibuat oleh koperasi pada Lembaga peradilan agama, selama memenuhi unsur keterbukaan, kejujuran, tepat dan benar, bahkan selalu diawasi dan diaudit oleh dewan pengawas syari’ah, maka ketika koperasi itu menyatakan dirinya hijrah ke Syari’ah, Ketika itu pula laporan keuangan dianggap sah sebagai laporan keuangan koperasi syari’ah. 

Semua pembukuan diaudit setiap bulan oleh Dewan Pengawas Syariah. Dan secara keseluruhan akan dilaporkan di hadapan anggota pada setiap diadakannya rapat anggota tanhunan sebagai wadah pertanggungjawaban pengurus pada akhir tahun anggaran.

Penutup
Lembaga peradilan agama, sejak berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2006 telah diberi amanat untuk menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syari’ah. 

Sudah barang tentu aparatur peradilan agama bergeliat terus untuk meningkatkan kapasitas dan kapabalitas kemampuannya untuk menangani perkara sengketa ekonomi syari’ah. 

Peningkatan kemampuan pengetahuannya di bidang ekonomi syari’ah kurang lengkap jika tidak berkecimpung langsung dengan dunia ekonomi syari’ah, oleh karena itu sudah waktunya aparatur Lembaga peradilan agama berhijrah ke Syariah, secara pelan pelan meninggalkan bisnis yang terkait dengan riba. Ukuran yang paling sederhananya adalah dengan memulai masuk ke dalam keluarga besar anggota koperasi syari’ah.

Dengan hijrah ke syari’ah, payroll gaji di bank syari’ah, pembiayaan (kredit) di bank syari’ah, menabung di bank syari’ah, deposito di bank syari’ah, anggota koperasinya koperasi Syariah, bisnisnya bisnis syari’ah dan seterusnya, dengan disertai niat menghindari ribawi, maka tunggu keajaiban yang Allah turunkan berupa berkahnya kehidupan kita, karena rizki yang kita pergunakan atau kita makan bersih dari unsur riba insya Allah berkah itu akan turun dari langit dan keluar dari bumi seperti yang Allah firmankan dalam Alqur’an Surat Al’Araf : 96.

Disusun oleh:
1.Nazha Isnainida P (07)
2.Novan Bintang A (08)
3.Sevilla Rahmadhani(10)
4.Verligka Ruis Fitria (16)

XI MIPA 2

Post a Comment