Perjuangan Muhammadiyah Masa Orde Baru Hingga Abad Kedua

Table of Contents

sumber: tribunnews.com

Pada Masa Orde Baru

Periode Muhammadiyah pada masa orde baru merupakan rentang waktu dan tahun 1968 sampai 1998. Tokoh persyarikatan yang memegang pucuk pimpinan Muhammadiyah pada masa ini adalah K.H. Fakih Usman, K.H. A.R. Fakhrudin, dan K.H. Ahmad Azhar Basyir, M.A.

K.H. Fakih Usman dipilih sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada saat Muktamar ke-37 di Yogyakarta. Setelah tidak lama memimpin Muhammadiyah, Beliau wafat. Setelah K.H. Fakih Usman wafat, pucuk pimpinan Muhammadiyah digantikan oleh K.H. A.R. Fakhrudin (nama Iengkapnya K.H. Abdul Razak Fakhrudin). Pada masa K.H. kepemimpinan ini, persyarikatan mengusung gagasan dan usaha yang sangat penting, yaitu me-Muhammadiyah-kan kembali (warga) Muhammadiyah.

Selain itu juga dilakukan pembaruan (tajdid) di bidang ideologi yang dituangkan dalam rumusan “Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah”. Di bidang organisasi dan usaha-usaha perjuangan, periode ini menyusun “Khittah Perjuangan dan Bidang-bidang lainnya”.

K.H. A.R. Fakhrudin (1971 — 1990), Beliau pertama kali terpilih sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat Sidang Tanwir di Ponorogo, tahun 1969, untuk menggantikan K.H. Fakih Usman yang wafat. Pada masa kepemimpinan K.H. A.R. Fakhrudin, Muhammadiyah telah dihadapkan dengan banyak tantangan, di antaranya adalah, pertama, tentang penggunaan asas tunggal Pancasila. Kedua, pada masa kepemimpinan K.H. A.R. Fakhrudin terjadi peristiwa penting, yaitu kunjungan Paus Yohanes Paulus II. Sebagai bentuk respons atas kunjungan itu maka beliau menulis dan menerbitkan sebuah buku yang diberi judul “Mangayubagya,Sugeng Rawuh Ian Sugeng Kondur”. Isi buku itu adalah Indonesia merupakan negara yang penduduknya sudah beragama Islam jadi jangan jadikan rakyat sebagai obyek Kristenisasi.

K.H. Ahmad Azhar Basyir M.A. (1990— 1995), Pada Muktamar Muhammadiyah ke-42 di Yogyakarta, beliau terpilih sebagai ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pada periode kepemimpinannya, telah dirumuskan program jangka panjang Muhammadiyah untuk 25 tahun ke depan. Isinya meliputi 3 hal yaitu konsolidasi gerakan, pengkajian dan pengembangan, serta kemasyarakatan.

Pada Masa Reformasi

Peristiwa krisis moneter membuat rakyat Indonesia semakin terpuruk dan menjadikan kepercayaan rakyat kepada pemerintah orde baru menurun. Demonstrasi secara besar-besaran terjadi di mana-mana untuk menuntut kinerja pemerintah orde baru. Pelan tapi pasti, gagasan reformasi politik yang dipelopori Prof. Dr. Amien Rais, M.A untuk mengakhiri rezim orde baru pun berlangsung.

Dengan dukungan mahasiswa dan segenap kekuatan rakyat, Prof. Dr. Amien Rais, M.A berhasil memaksa Presiden Suharto turun tahta. Presiden Suharto pada akhirnya meletakkan jabatannya pada 21 Mei 1998. Peristiwa reformasi merupakan babak baru dalam sejarah Indonesia untuk memulai langkah demokratisasi dan pembaruan total di segala bidang.

Peran Prof. Dr. Amien Rais, M.A yang bersifat ke luar (eksternal) bisa dilihat dari kebijakan untuk merelakan melepaskan jabatannya sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Kebijakan tersebut diambil dengan maksud agar beliau bisa Iebih fokus dan berkonsentrasi penuh dalam memimpin gerakan reformasi. Sedangkan, kebijakan Muhammadiyah yang bersifat ke dalam (internal) di antaranya adalah merumuskan Khittah Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (Khittah Denpasar) yang diputuskan saat Sidang Tanwir tahun 2002 di Bali. Selain itu, Muhammadiyah juga melakukan gerakan revitalisasi sebagai wujud ikhtiar untuk menjalankan peran-peran baru yang lebih baik dan bermaslahat bagi kemajuan peradaban.

Pada Abad Kedua

Kepemimpinan Muhammadiyah abad kedua dimulai pada periode kepemimpinan Prof. Dr. Din Syamsudin, M.A. Salah satu bentuk perjuangan Muhammadiyah pada abad kedua adalah melalui Jihad Konstitusi dalam mengawal pemerintah dalam usaha pemberantasan korupsi, radikalisme bertopeng agama dan sebagainya.

Di bawah kepemimpinannya, Muhammadiyah berkomitmen mewujudkan perdamaian untuk kemanusiaan sebagai tanggungjawab bersama bagi seluruh umat manusia. Munculnya kemiskinan, intoleransi, ketidakadilan, diskriminasi, serta berbagai bentuk kejahatan dan tindak terorisme menunjukkan bahwa perdamaian atas nama kemanusiaan belum terwujud dan ini menjadi tanggungjawab bersama.

Setelah masa kepemimpinan Prof. Dr. Din Syamsudin, M.A. berakhir, “nahkoda” Muhammadyah dipercayakan kepada Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si. Beliau terpilih sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2015-2020 dalam Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar pada 2015. 

Muhammadiyah dalam memasuki abad kedua berkomitmen kuat untuk melakukan gerakan pencerahan sebagai lanjutan dan gerakan pembaruan yang dilakukan pada abad pertama. Gerakan pencerahan merupakan aktualisasi misi dakwah dan tajdid yang bersifat transformatif, yaitu strategi perubahaan dinamis yang menekankan pada proses gerakan yang membebaskan memberdayakan, dan memajukan kehidupan masyarakat. Untuk menyebarluaskan dan mewujudkan nilai-nilai pencerahan berdasarkan pandangan Islam yang berkemajuan bagi masyarakat luas yang heterogen. 

Sumber: Buku Pendidikan Kemuhammadiyahan Majlis Dikdasmen PP Muhammadiyah

Judin
Judin Guru sejak saya lulus dari sarjana pendidikan tahun 2013 di UMP

Post a Comment